Seledri Jepang untuk Diabetesi

Seledri Jepang, alias ashitaba atau daun esok asal Jepang ini ternyata memiliki kemampuan menurunkan kadar gula darah.

Subur Online – Adrianna Bakri Gazali ingat benar kejadian pada Oktober 1995. Usai menghadiri sebuah acara di kantor tempat suami bekerja, bukannya pulang, ia malah diantar suami ke sebuah rumah sakit di Jakarta Barat. 

“Sejak berangkat saya sudah merasa tidak enak badan, tetapi memaksakan diri untuk datang,” katanya. 

Hasil pemeriksaan di rumah sakit menunjukkan ternyata biang kerok di balik kondisi yang dialaminya adalah kadar gula darah yang melambung. Hasil tes darah menunjukkan kadar gula Adrianna 400 mg/dl, kadar gula normal 110 – 159 mg/dl.

Dokter spesialis penyakit dalam yang menangani lantas memberikan tiga tablet obat penurun gula darah yang harus dikonsumsi tiga kali sehari pada Adrianna. “Dokter juga menyarankan untuk menjaga pola makan dan menghindari makanan atau minuman yang mengandung gula tinggi,” ujar Adrianna.

Komplikasi
Adrianna sudah menunjukkan gejala sebagai diabetesi 1990-an. “Saya gampang lapar, padahal 3 jam sebelumnya sudah makan,” katanya. Ia juga mudah haus, gampang mengantuk, dan kerap ke peturasan. “Malahan kalau haus saya selalu ingin konsumsi minuman manis” ungkap Adrianna.
Dokter spesialis penyakit dalam dari rumah sakit Maguan Husada, Wonogiri, dr Sutarso SpPD menuturkan gejala penyakit diabetes memang ditandai dengan banyak minum, makan, dan berkemih. Pada diabetesi, kadar gula darah yang tinggi dikeluarkan lewat urin sehingga jumlah urin yang dikeluarkan lebih banyak. “Akibatnya penderita kerap berkemih,” kata Sutarso.

Kondisi seperti itu membuat penderita mengalami dehidrasi. Penderita pun jadi gampang haus. Di sisi lain, gula yang tidak masuk dalam jaringan tubuh menyebabkan jaringan kekurangan energi sehingga penderita mudah lapar.

Alih-alih menjalankan saran dokter untuk menjaga pola makan, Adrianna justru sering melanggar. Hasrat untuk mengonsumsi makanan ringan yang mengandung gula tinggi seperti roti atau kue kering tidak bisa ditahan. Oleh karena itu, kadar gula darah wanita yang kini berusia 67 tahun itu selalu tingggi. Komplikasi akibat diabetes pun ia alami seperti kolesterol tinggi dan asam urat.

Insulin
Setiap bulan Adrianna rutin pergi memeriksakan diri ke dokter dan menebus obat gula darah, kolesterol, serta asam urat. Namun, meskipun rutin mengonsumsi obat dokter, kadar gula darah wanita kelahiran Bukittinggi, Sumatera Barat, itu tak kunjung turun. Pun kolesterol dan asam urat yang diderita. Akihirnya pada 2011, dokter mengganti obat gula darah yang semula berupa tablet dengan insulin untuk mengontrol gula darah. Menjelang tidur, ia harus menyuntikkan 14 unit.

Delapan belas tahun lamanya Adrianna menggantungkan hidup pada suntikan insulin. “Namun, kondisi kesehatan saya masih naik-turun,” katanya. Hasil pemeriksaan laboratorium pada Juni 2013 menunjukkan kadar gula darahnya mencapai 325 mg/dl. Kadar kolesterol melambung hingga 300 mg/dl, normalnya kurang dari 200 mg/dl. Sedangkan kadar asam uratnya 14 mg/dl, kadar normal 7 mg/dl.

Jalan kesembuhan terbuka ketika ia mendengar acara di sebuah radio yang memperdengarkan pentas bincang bersama Ning Harmanto, herbalis di Koja, Jakarta Utara. “Saya tertarik mencoba herbal setelah mendengarkan wawancara itu,” katanya. Sehari berselang, ia lantas mendatangi klinik Ning Harmanto.

Menyimak keluhan Adrianna, Ning memberikan ramuan herbal kombinasi yang mengandung ashitaba Angelica keiskei. Ning Harmanto menuturkan seledri jepang itu memiliki senyawa yang bersifat hipoglikemik alias menurunkan gula darah. Senyawa itu bekerja dengan membantu memperbaiki kerusakan sel pankreas. “Sel akan meregenerasi sehingga dapat memproduksi insulin dan menurunkan gula darah,” katanya.

Selama konsumsi herbal, Adrianna tidak serta-merta meninggalkan suntikan insulin. “Saya belum berani melepas obat dokter,” katanya. Namun, dua pekan paskakonsumsi, kadar gula darahnya turun menjadi 205 mg/dl. Sementara kadar kolesterl dan asam urat masing-masing melorot menjadi 230 mg/dl dan 11 mg/dl.

Aman
Perubahan kondisi itu sejalan dengan riset ilmiah oleh peneliti dari Biotechnology Research Laboratories, Jepang, Tatsuji Enoki dan rekan. Mereka mengungkap ekstrak etanol ashitaba mengandung senyawa yang mampu membantu mencukupi kebutuhan insulin pada tikus yang menderita diabetes. Kedua senyawa itu yakni 4-hydrooxyderricin (4-HD) dan xanthoangelol.
Sementara rekan Enoki, Ohnogi Hiromi mengungkap bubuk ashitaba yang mengandung senyawa 4-HD mampu menghambat penyerapan glukosa, menginduksi diferensiasi jaringan adiposa, dan menghambat hiperglikemia pada tikus yang menderita diabetes secara genetik. Mereka juga mengevaluasi keamanan konsumsi bubuk ashitaba pada manusia dalam jangka panjang.

Hiromi melakukan evaluasi itu dengan melibatkan 138 rang dewasa yang mengalami hiperglikemia ringan. Ia lantas membagi pasien itu menjadi dua kelompok. Kelompok pertama mengonsumsi bubuk ashitaba mengandung 4,9 mg 4-HD/10,5 mg setiap hari selama 12 minggu. Sementara kelompok kedua mengonsumsi plasebo.

Hasilnya menunjukkan kadar gula darah puasa pada kelompok pertama mengalami penurunan secara signifikan sejak minggu keempat. Pemeriksaan urin pada minggu terakhir pun menunjukkan tidak adanya kelainan pada pasien selama mengonsumsi bubuk ashitaba. [Sumber: Trubus No. 527 Oktober 2013/XLIV]

Komentar