Dari Stroberi ke Ashitaba

Lama mengebunkan stroberi di Benguet, Filipina, pria ini  beralih  mengebunkan ashitaba (Angelica keiski). Apa sih, Ashitaba?
Subur Online – Dialah Marvin Chagy, 54, yang sebelumnya mengebunkan stroberi di atas lahan seluas 7.000 meter persegi. Kini, lahan yang sama ia gunakan untuk menanam ashitaba, dikenal juga dengan sebutan seledri jepang, sebagai mitra petani dari Mrs. Adela Ang, yang memopulerkan konsumsi ashitaba karena memiliki banyak manfaat untuk kesehatan.

Marvin mengatakan bahwa stroberi merupakan tanaman yang menguntungkan untuk dikebunkan, sebagaimana Ashitaba. Bedanya, Ashitaba lebih mudah untuk dibudidayakan. 

“Anda menanam bibit ashitaba dan dalam waktu kurang dari tiga bulan Anda dapat mulai memanen daunnya, termasuk batangnya. Panen dapat terus dilakukan sepanjang tahun. Daunnya besar sehingga berbobot dan dihargai berdasarkan beratnya,” ujar Marvin.

Dalam budidaya stroberi, Marvin harus menyemprotkan insektisida untuk melindungi tanaman dan buah dari hama. Sementara saat membudidayakan ashitaba, ia tidak perlu menyemprot pestisida apapun sehingga tanaman bebas dari pestisida beracun. Budidaya stroberi juga memerlukan perhatian cermat. Daun tua harus dipangkas dan disiangi. Selama waktu panen, dibutuhkan banyak tenaga untuk memilih buah dengan cepat dan dikirim sesegera mungkin ke pasar karena stroberi mudah rusak.

Di samping itu, stroberi bersifat musiman. Pemanenan biasanya dimulai pada bulan Desember hingga Juni. Selama musim hujan, stroberi tidak memberikan penghasilan apapun.
Sesuai saran Mrs. Ang, Marvin dapat memberikan daun dan batang ashitaba kepada masyarakat sekitar yang memiliki masalah kesehatan. Daun dan tangkai dapat direbus dan airnya diminum seperti teh. Banyak manfaat yang dirasakan masyarakat sekitarnya.

Bebas sembelit, kulit bersinar, bebas dari insulin, sampai sembuh dari sinusitis dan psoriasis
Seperti Evangeline Obillo, seorang petani bunga. Janda berusia 47 tahun ini mengalami kasus sembelit yang parah. Terkadang, dia tidak buang air besar selama satu minggu. Berkat Ashitaba, buang airnya bisa lancar setiap hari. Dia mengatakan rajin meminum empat cangkir air rebusan ashitaba. Setiap hari, ia merebus beberapa lembar daun ashitaba segar dan diminum pada pagi dan di malam hari.

Maximo Nabus, seorang mekanik 68 tahun yang beroperasi bengkel, memiliki kisah berbeda. Dia mengeringkan daun ashitaba yang kemudian dijadikannya teh dan diminum setiap pagi dan sebelum tidur di malam hari. Dia juga merebus daun sebagaimana membuat teh dan digunakan untuk air mandi. Terbukti, kulitnya menjadi lebih bercahaya.

Pengguna lain yang telah memperoleh manfaat ashitaba di Benguet yaitu Victor Palaci, 71, yang telah lama mengidap diabetes. Ia tergantung pada insulin dan dianjurkan dokter untuk mengonsumsi dua tablet metformin setiap hari. Namun, kedua tablet terbukti terlalu kuat sehingga meningkatkan palpitasi jantung. Dokter menganjurkan agar dosisnya dikurangi hanya satu tablet sehari, ditambah minum enam gelas teh ashitaba. Kini, Victor merasa sangat jauh lebih baik mengurangi konsumsi obat-obatan.

Adapun Chester Pucay, 44, yang bekerja sebagai sopir rumah sakit, mengklaim bahwa minum teh daun ashitaba membuatnya sembuh dari sinusitis dan infeksi saluran kemih (ISK). Pucay pun bisa tidur sangat nyenyak sekarang berkat ashitaba. Sementara Torres Chagyo sangat bersyukur karena masalah psoriasis berat yang dialami telah hilang karena ashitaba. Dia menggunakan cara mandi dengan air rebusan daun ashitaba.

Selain digunakan untuk mandi dan dibuat teh, daun dan tangkai ashitaba juga dijadikan bubuk. Bubuk ashitaba ini selanjutnya dikemas dalam kapsul atau dapat dicampurkan dalam salad, mi, es krim, dan variasi sajian lainnya. (Rch)

Komentar